Langkah Bersama Tekan Angka Perkawinan Anak di Kabupaten Banjar
MARTAPURA, InfoPublik – Bappedalitbang Kabupaten Banjar bekerja sama dengan Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Muhammad Arsyad al-Banjari, Provinsi Kalimantan Selatan, menyelenggarakan Ekspose Akhir kajian “Perkawinan Anak di Kabupaten Banjar Tahun 2024”.
Sekaligus dipimpin oleh Kepala Bappedalitbang, Nashrullah Shadiq, didampingi Sekretaris Bappedalitbang, Hanafi, di Aula Bauntung Bappedalitbang, Kamis (21/11/2024).
Dalam sambutannya, Nashrullah menyampaikan bahwa kajian ini bertujuan untuk memahami dan mengurangi angka perkawinan anak di Kabupaten Banjar.
“Perkawinan anak adalah masalah serius yang dihadapi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Dengan memahami faktor-faktor penyebabnya, kita berharap dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang tepat guna menekan angka perkawinan anak sekaligus meningkatkan kesejahteraan remaja di Kabupaten Banjar,” jelasnya.
Kajian yang dipimpin oleh Hj. Mardiana dari tim peneliti UNISKA mengangkat analisis terkait standar pengajuan perkawinan anak sesuai dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Pasal 7 Ayat 1.
“Hasil penelitian menunjukkan beberapa faktor utama penyebab perkawinan anak, di antaranya adalah pengaruh teman sebaya, keterbatasan akses pendidikan akibat jarak dan transportasi, serta dorongan orang tua karena masalah ekonomi,” ungkap Mardiana.
Tim peneliti juga memaparkan beberapa strategi untuk menekan angka perkawinan anak, meliputi: (a) Optimalisasi Kapasitas Anak, termasuk pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual di sekolah melalui program wajib belajar 10 tahun; (b) Lingkungan Sosial yang Mendukung, melalui penyadaran masyarakat untuk mengubah tradisi terkait perkawinan anak dan melibatkan tokoh agama dalam pencegahan; (c) Koordinasi Pemangku Kepentingan, guna meningkatkan sinergi antar lembaga terkait; (d) Aksesibilitas dan Perluasan Pelayanan, termasuk pemberian bantuan sosial untuk mendukung keberlanjutan pendidikan anak; serta (e) Penguatan Regulasi dan Kelembagaan, untuk memastikan implementasi kebijakan secara efektif.
“Dalam bidang pendidikan, diperlukan implementasi kurikulum tentang kesehatan reproduksi di sekolah. Selain itu, bantuan sosial perlu diberikan untuk memastikan akses pendidikan anak tetap terjaga, bahkan bagi anak yang mengalami kehamilan,” tambah tim peneliti.
Di bidang ekonomi, tim merekomendasikan pemberian bantuan tunai bersyarat dan program literasi keuangan bagi anak perempuan untuk meningkatkan kemandirian. Sementara di bidang kesehatan, pendampingan terhadap anak yang menikah di bawah usia 19 tahun perlu dilakukan untuk memperkuat pengetahuan terkait Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR).
Acara ini juga melibatkan diskusi interaktif untuk menyempurnakan dokumen kajian melalui masukan dari peserta yang hadir, termasuk perwakilan dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kecamatan Martapura, BPS Kabupaten Banjar, Kemenag Kabupaten Banjar, Pengadilan Agama Kabupaten Banjar, dan KUA Martapura.
Ekspose ini diharapkan menjadi langkah awal dalam upaya bersama untuk menekan angka perkawinan anak di Kabupaten Banjar.
“Kami berharap hasil kajian ini menjadi dasar yang kuat bagi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” tutup Nashrullah.(Ione/Bappedalitbang)