Wabup Banjar Hadiri Haul ke-87 Syekh Abdurrahman Siddiq di Tembilahan
Tembilahan, InfoPublik - Ribuan jemaah hadiri peringatan haul ke-87 Syekh Abdurrahman Siddiq bin Syekh Muhammad Afif Al Banjari, di Masjid Hidayah Desa Teluk Dalam, Kampung Hidayat, Kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Provinsi Riau, Minggu (18/2/2024) pagi.
Haul Abdurrahman Siddiq atau yang lebih dikenal Tuan Guru Sapat tersebut dihadiri Pj Bupati Inhir Herman, Wakil Bupati Banjar Habib Idrus Al Habsyi, didampingi Asisten Perekonomian dan Pembangunan Ikhwansyah dan Kepala Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian (DKISP) Kabupaten Banjar HM Aidil Basith.
Kegiatan haul Tuan Guru Sapat diadakan sebagai bentuk penghormatan atas peran beliau mengembangkan ilmu pendidikan dan pengetahuan agama islam. Dalam peringatan haul tersebut juga dibacakan sejarah singkat atau manaqib almarhum oleh zuriat (cucu almarhum), H Ali Azhar.
Usai kegiatan, Wabup Banjar Habib Idrus beserta rombongan langsung menuju Makam Datu Sapat untuk berziarah, untuk mengenang jasa-jasa almarhum dalam mengembangkan ajaran agama islam di tanah Riau. Rombongan kemudian lakukan doa bersama dipimpin HM Aidil Basith.
Wabup Banjar Habib Idrus sampaikan terima kasihnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran peringatan haul, juga kepada masyarakat Banjar yang telah lama bermukim di wilayah Tembilahan.
“Kami ucapkan terima kasih juga kepada keluarga besar sahibul haul atas penyambutan yang luar biasa kepada kami, keluarga Banjar di Tembilahan yang telah membantu serta Pemkab Inhil atas fasilitasi selama kami di sini.” ucap Habib Idrus.
Dilain kesempatan, Wabup Banjar Habib Idrus dan Pj Bupati Inhil Herman saling tukar cinderamata. Habib Idrus serahkan cinderamata berupa plakat kerajinan khas dari Kabupaten Banjar batu aji.
Syekh Abdurrahman Siddiq atau Tuan Guru Sapat merupakan anak dari Syekh Muhammad Afif yang bermakam di Desa Kelampaian, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Beliau lahir di Desa Dalam Pagar, Martapura pada tahun 1867 M (1284H). Beliau merupakan seorang guru agama islam (Mufti Kerajaan Indragiri) yang cukup tersohor dan banyak memiliki murid yang berasal dari Malaysia, Singapura, Kalimantan, Jambi dan Palembang. Ayahnya bernama Muhammad Afif bin Khadi H Mahmud dan ibunya bernama Shafura dan beliau merupakan keturunan ulama besar dari Kalimantan bernama Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Sebelum menetap di Sapat Indragiri Hilir, Tuan Guru Sapat merantau ke Padang, Sumatera Barat untuk menemui paman beliau bernama As”ad. Di tanah minang tersebut, beliau menjalankan usaha sebagai penyepuh emas sembari berdakwah ke pelosok-pelosok Sumatera Barat berbekal ilmu agama yang telah didapatkannya di pesantren sewaktu kecil.
Sekitar tahun 1886, beliau memutuskan berangkat ke Mekah untuk lebih mendalami ilmunya. Setelah 7 tahun menetap di negeri padang pasir akhirnya beliau izin untuk pulang ke tanah air dengan alasan ingin mengabdikan ilmunya di kampung halaman dan mendapatkan persetujuan dari birokrasi pendidikan Mekah. Setelah di Kalimantan, beliau memutuskan untuk migrasi ke Sumatera tepatnya ke Bangka Belitung dimana Muhammad Affif (ayah beliau) merantau.
Sekitar tahun 1890-an beliau tiba di Sapat, Indragiri Hilir. Migrasinya beliau dari Bangka Belitung ke Indragiri Hilir berdasarkan informasi dari seorang saudagar asal Indragiri Hilir bernama Haji Arsyad bahwa Indragiri Hilir (Sapat) memiliki potensi dan membutuhkan seorang ulama seperti beliau. Seiring berjalannya waktu, Sultan Indragiri (sewaktu itu Sapat adalah bagian dari wilayahnya) mendapat informasi dari panco Atan (warga Indragiri yang pernah belajar dimekah) bahwa di Sapat terdapat seorang ulama besar. Atas informasi tersebutlah, Sultan mengundang beliau untuk bertemu.
Pada perbincangan keduanya, muncullah permintaan Sultan Indragiri agar beliau bersedia menjadi Mufti yakni seorang ahli agama yang ditugaskan oleh Sultan untuk memenuhi kebutuhan umat islam khususnya dalam hal perkawinan, mawaris, pengadilan dan perceraian. Namun awalnya, permintaan Sultan tersebut ditolak secara halus oleh beliau karena alasan masih memiliki tanggung jawab sebagai pengajar di lembaganya yang sebenarnya juga beliau tidak menyukai akan sebuah jabatan.
Akhirnya dengan bujukan Sultan dan demi kepentingan agama di wilayahnya, beliau bersedia menjadi Mufti dengan syarat diantaranya beliau tetap tinggal di Sapat dan tidak mau menerima gaji dari kerajaan. Permintaan beliau tersebut disetujui oleh pihak istana dan pada tahun 1327 H/1910 M, beliau diangkat menjadi Mufti Kerajaan Indragiri hingga tahun 1354 H/1935 M.
Tidak semata-mata hanya menjadi seorang Mufti, beliau juga sering pulang pergi menggunakan perahu kecil dari Sapat ke Istana Rengat, Indragiri, untuk memberikan pengajian atas permintaan Sultan. Bahkan sebagian pejabat istana pada hari-hari tertentu juga pergi ke Sapat untuk mengikuti majelis ta’lim beliau. (manaqib dikutip dari buku Tuan Guru Sapat karya Abdul Muthalib). (Media Center Banjar/Rizal/Ronny/Man)